TUJUAN
Skrining pendengaran bertujuan menemukan kasus gangguan pendengaran / ketulian sedini mungkin sehingga dapat dilakukan habilitasi/ rehabilitasi segera, agar dampak cacat dengar bisa dibatasi
Skrining pendengaran pada bayi baru lahir (Newborn Hearing Screening) dibedakan menjadi :
- Universal Newborn Hearing Screening(UNHS) : pada semua bayi baru lahir, sebelum bayi meninggalkan rumah sakit
- Targeted Newborn Hearing Screening: khusus pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap ketulian.
SRINING PENDENGARAN BAYI BARU LAHIR
MAKSUD SKRINING PENDENGARAN PADA BAYI BARU LAHIR ?
Skrining pendengaran terhadap kemungkinan gangguan pendengaran/ ketulian pada bayi baru lahir, dengan menggunakan prinsip pemeriksaan elektrofisiologik. Pemeriksaan harus bersifat obyektif, praktis, cepat otomatis dan non invasif.
MENGAPA HARUS SKRINING ?
Dengan menemukan secara dini gangguan pendengaran pada bayi / anak kesempatan untuk memperoleh perkembangan linguistik dan komunikasi dapat lebih optimal
Menurut penelitian Yoshinaga – Itano (USA, 1998), bila gangguan pendengaran / ketulian sudah diketahui sebelum usia 3 bulan, selanjutnya diberikan habilitasi pendengaran mulai usia 6 bulan, maka pada saat anak berusia 3 tahun perkembangan wicara dan bahasanya dapat mendekati anak yang pendengarannya normal. SElanjutbya konsep dari Yoshinaga - Itano dijadikan acuan oleh American Joint Committee on Infant Hearing (2000) sebagai prinsip skrining pendengaran pada bayi baru lahir.
KAPAN DILAKUKAN SKRINING PENDENGARAN PADA BAYI ?
Skrining pendengaran bayi sudah harus dimulai sebelum pulang dari rumah sakit ( 2 hari ). Bila kelahiran terjadi di fasilitas lainnya , skrining sudah harus dilakukan selambat lambatnya pada usia 1 bulan.
FAKTOR RISIKO TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN / KETULIAN
Menurut American Joint Committee on Infant Hearing Statement (1994 ) pada bayi usia 0 – 28 hari beberapa faktor berikut ini harus dicurigai terhadap kemungkinan gangguan pendengaran
- Riwayat keluarga dgn tuli kongenital ( sejak lahir
- Infeksi pranatal : TORCH ( Toksoplasma, Rubela, Cytomegalo virus, Herpes )
- Kelaianan anatomi pada kepala – leher
- Sindrom yg berhubungan dgn tuli kongenital.
- Berat badan lahir rendah (BBLR) < 1500 gram
- Meningitis bakterialis
- Hiperbilirubinemia ( bayi kuning) yang memerlukan transfusi tukar
- Asfiksia berat ( lahir tidak menangis)
- Pemberian obat ototoksik
- Mempergunakan alat bantu napas /ventilasi mekanik lebih dari 5 hari (ICU)
Bila dijumpai 1 faktor risiko terdapat kemungkinan mengalami gangguan pendengaran 10,1 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki faktor risiko. Kemungkinan terjadinya ketulian meningkat menjadi 63 kali bila terdapat 3 faktor risiko. Namun beberapa penelitian melaporkan bahwa dari sejumlah bayi yang mengalami ketulian hanya sekitar 40 - 50 % saja yang memiliki faktor risiko.
PEMERIKSAAN APA YANG DILAKUKAN PADA SKRINING PENDENGARAN BAYI?
Menurut ketentuan dari American Joint Committee of Infant Hearing (2000) baku emas (gold standart) untuk skrining pendengaran bayi adalah pemeriksan :
- Oto Acoustic Emission ( OAE )
- Automated BERA ( AABR )
TINDAK LANJUT SETELAH SKRINING PENDENGARAN
Bayi yang tidak lulus skrining harus di rujuk untuk pemeriksaan audiologi lengkap termasuk pemeriksaan OAE, ABR, timpanometri, refleks akustik dan behavioral Audiometry, sehingga dapat dipastikan ambang pendengaran pada kedua telinga dan lokasi lesi auditorik.
Pemeriksaan harus diupayakan memperoleh ambang pendengaran masing masing frekuensi ( spesific frequency). Salah satu kekurangan pemeriksaan BERA click adalah tidak diperolehnya informasi ambang pendengaran dengan frekuensi spesifik, karena hanya berupa average frequency antara 2.000 – 4.000 Hz; sehingga perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan BERA tone burst pada frekuensi rendah
Diagnostik pasti adanya gangguan pendengaran pada bayi idealnya pada saat bayi berusia 3 bulan.
skrining pendengaran anak, yuk,.....