======= SELAMAT DATANG KOMNAS PGPKT !!! =======
Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian

Rabu, 02 Februari 2011

KETERLAMBATAN BICARA DAN GANGGUAN PENDENGARAN

PENDAHULUAN
Keterlambatan bicara merupakan manifestasi dari berbagai kelainan seperti gangguan pendengaran / ketulian, retardasi mental, developmental language delay, aphasia, autisme, cerebral palsy dll.
Untuk mengetahui penyebab gangguan bicara pada anak terlebih dahulu harus dipastikan bahwa pendengaran anak tidak mengalami gangguan.
Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan perkembangan bicara,bahasa, kognitif dan kemampuan akademik . Bila gangguan pendengaran dan ketulian terlambat diketahui tentu hambatan yang akan dihadapi akan lebih besar lagi. Dari segi ekonomi, gangguan pendengaran dan ketulian juga menyebabkan pengeluaran keluarga , masyararakat dan Pemerintah lebih yang lebih besar. Penelitian di AS pada tahun 2003 menunjukkan bahwa seorang yang mengalami ketulian sejak lahir harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 417.000 USD selama hidupnya.
Dampak yang merugikan tsb harus dicegah atau dibatasi melalui program deteksi dini ketulian. Gangguan pendengaran dan ketulian yang dapat dideteksi lebih awal kemudian mendapat habilitasi pendengaran yang memadai akan membuka kesempatan bagi penderita untuk mencapai kemampuan berkomunikasi yang lebih optimal sehingga lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan dan diharapkan mampu mengikuti jalur pendidikan biasa.
 
KETERLAMBATAN BICARA
Yang dimaksud dengan keterlambat bicara adalah suatu kondisi dimana perkembangan bicara anak secara nyata dibawah rata rata normal anak yang seusia.
Untuk mengetahui ada tidaknya keterlambatan bicara pada anak para profesional harus memahami tahap-tahap perkembangan bicara.
 
TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN BICARA
Secara umum perkembangan bicara meliputi tahap-tahap sebagai berikut : cooing, babbling, echolalia, jargon, pembentukan kata, penggabungan kata dan kalimat.
 
AUDITORY EXPRESSIVE LANGUAGE DEVELOPMENT
Pada awal kehidupan, akan terjadi vokalisasi pralinguistik yang belum memiliki nilai nilai simbolik seperti cooing, tertawa, babbling monosilabik ( “ga”, “ba”, “da” dll), babbling polisilabik atau lalling ( bababababa”, dadadadada”,”lalalalala”. Vokalisasi ini bersifat universal, pada usia yang relatif sama dan pada semua bangsa. Bayi yang lahir tuli pada awalnya juga memiliki kemampuan cooing dan babbling.
Sekitar usia 6 bulan terjadi proses vocal imitation,pada bayi normal produksi vokal nya lebih terbatas mengikuti ucapan bunyi disekitarnya ( suara orang tua); sedangkan pada bayi tuli mulai terjadi penurunan produksi vokal karena terbatasnya stimulus bunyi dan auditory feedback
Pada usia 6 – 9 bulan, babbling seperti “mama” dan ”dada” bersifat non-spesifik, hanya sekedar vocal play setelah usia 10 bulan, bayi belajar menghubungkan babbling tersebut dengan target individual (menyebut orang tua).
Pada anak normal usia 12 – 18 bulan perbendahaaraan kata-kata tunggal mulai bertambah dan secara dramatis meningkat pesat setelah usia 18 bulan. Pada masa ini anak mulai belajar menggabungkan 2 kata sebagai kalimat pendek. selanjutnya pada usia sekitar 30 bulan mulai mampu menggabungkan 3 sampai 5 kata walaupun belum mengikuti kaidah tata bahasa( kata pengubung, tunggal/ majemuk dll)
Kejelasan pengucapan kata ( intelligibility) berangsur-angsur mengalami penyesuaian sekitar usia 2 – 4 tahun

AUDITORY RECEPTIVE LANGUAGE DEVELOPMENT
Auditory receptive language development adalah tahapan perkembangan belajar memahami bunyi. Pada bayi di bawah usia 4 bulan proses ini dimulai dengan mengetahui atau menyadari bunyi (alerting to sound ) dengan cara memberi respons behavioral yang umumnya bersifat refleks. Respons behavioral dimaksud antara lain mengejapkan mata ( eye blink reflex), berhenti menghisap (cessation reflex), meningkatnya frekuensi jantung, terkejut ( Moro reflex). Pada usia 4 – 6 bulan mulai mampu melokalisir sumber bunyi (orienting to sound) , dimulai dari arah horizontal kemudian dari arah bawah dan atas.
Bayi lebih tertarik dengan stimulus berupa suara ucapan (speech sound) dibandingkan dengan bunyi lainnya (non speech sound)
Alerting dan orienting to sound tidak hanya dipengaruhi keutuhan sistim auditorik namun juga berhubungan dengan kemampuan kognitif dan berbahasa
Pada usia 9 bulan, bayi memberi respons bila namanya dipanggil, mengerti kata “tidak” dan dapat menjalankan instruksi sederhana dengan bantuan isyarat; sekitar usia 12 bulan instruksi tersebut dapat dimengerti tanpa bantuan isyarat. Sedangkan instruksi yang lebih kompleks sudah dapat dilakukan pada usia 2 tahun. Setelah usia 2 tahun anak mulai mampu mengucapkan kalimat pertanyaan sederhana.

KETERLAMBATAN BICARA AKIBAT GANGGUAN PENDENGARAN/ KETULIAN
Untuk menentukan adanya gangguan pendengaran harus dilakukan pemeriksaan audiologik. Alat penghasil bunyi sederhana seperti bel (uncalibrated noise maker) memiliki intensitas sekitar 90 dB pada frekuensi 1000 Hz. Suara manusia juga dapat dianggap sebagai uncalibrated noise maker, dan dibedakan menjadi voiced sound ( ”j”, ’v”,’r”) dan unvoiced sound (”s”,”f ”,”th”)

Voiced sound
yang diproduksi oleh getaran pita suara memiliki frekuensi rendah , sekitar 500 Hz dengan amplitudo (intensitas) 50 -60 dB; sedangkan unvoiced sound mempunyai amplitudo 20 – 30 db pada frekuensi tinggi (4.000 Hz).
Berbicara pada bayi dan melihat respon yang terjadi, kita dapat memperoleh kesan pendengarannya normal namun faktanya bayi tidak mendengar apapun kecuali sebagian kata dengan frekuensi rendah dan amplitudo tinggi
Pada anak yang mengalami gangguan bicara akibat gangguan pendengaran akan terjadi gangguan kejelasan bicara ( intelligibility), berkurangnya output verbal dan gangguan pemahaman kata; namun tetap memiliki visual languange yang dapat dimanfaatkan untuk membaca isyarat dan gerak tubuh

Pada gangguan pendengaran berat (> 90 dB) pada frekuensi rendah ( kurang dari 1000 Hz) kemampuan mendengar dan berbicara sangat buruk; kondisi ini terjadi pada kerusakan permanen sistim auditorik dan umumnya bersifat sensorineural.
Gangguan pendengaran konduktif terjadi sebagai dampak infeksi telinga tengah (otitis media). OM efusi mengakibatkan gangguan pendengaran derajat ringan sampai sedang, meskipun demikian dapat menyebabkan gangguan perkembangan bicara dan berbahasa bila berlangsung pada usia dibawah 12 bulan.

VISUAL LANGUAGE DEVELOPMENT
Bayi lebih tertarik pada gambaran visual wajah manusia dibandingkan benda/ permainan yang berbentuk geometrik. pada minggu minggu pertama sejak dilahirkan bayi secara visual memandang wajah orang tuanya tanpa kesan mengenali. Setelah minggu ke 6 – 10 bayi mulai dapat mengenali wajah orangtuanya, sehingga akan lebih cepat tersenyum dibandingkan melihat orang lain.Selanjutnya bayi akan lebih cepat memberikan reaksi bila melihat benda benda yang dikenali, misalnya botol susu.
Pada usia 6 bulan berkembang asosiasi visual –auditorik, misalnya menoleh mencari sumber bunyi
Sekitar usia 6 – 9 bulan bayi dapat diajak bermain mengikuti isyarat tangan. Setelah usia 2 bulan bayi telah dapat menunjuk dengan telunjuk ke arah obyek yang diinginkan.

JENIS GANGGUAN PENDENGARAN / KETULIAN
Jenis gangguan pendengaran / ketulian adalah :

  • Tuli Konduksi ( tuli hantaran)
  • Tuli Sensorineural ( tuli saraf )
  • Tuli campuran

Tuli konduktif terjadi sebagai akibat tidak sempurnanya atau tidak berfungsinya organ telinga yang berperan menghantarkan bunyi dari dunia luar ke telinga dalam ( inner ear). Kondisi ini misalnya dijumpai pada keadaan tidak terbentuknya liang telinga sejak lahir, liang telinga tersumbat kotoran atau benda asing, telinga tengah berisi cairan, pilek atau radang tenggorok yang menyebabkan terganggunya fungsi tuba Eustachius ( saluran penghubung antara telinga tengah dengan atap tenggorok).
Tuli sensorineural disebabkan oleh kerusakan pada rumah siput (koklea), saraf pendengaran dan batang otak (brainstem) sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya.
Tuli campur ( mixed deafness) bila gangguan pendengaran/ ketulian konduktif dan sensorineural terjadi bersamaan.
Perlu diketahui bahwa untuk dapat mendengar dan mengerti bunyi diperlukan suatu proses penghantaran dan pengolahan bunyi ( di telinga ) dan dilanjutkan dengan interpretasi bunyi (di otak) Sehinga mungkin saja dijumpai kasus dengan penhantaran dan pengolahan bunyi yang baik ( dapat mendengar) namun akibat gangguan pada otak, bunyi yang terdengar tidak dapat diartikan ( auditory receptive). Hal ini terjadi pada CAPD (central auditory processing disorder) yang diagnosis dan penanganannya lebih sulit dan memerlukan kerjasama antar disiplin.

PREVALENSI KETERLAMBATAN BICARA & GANGGUAN PENDENGARAN BAYI/ ANAK
Prevalensi terlambat bicara bervariasi diperkirakan sekitar 3 – 10 %. Menurut Coplan gangguan perkembangan bicara dan berbahasa terjadi pada 10 – 15 % anak anak pra-sekolah
Berdasarkan Survei epidemiologik di 7 Propinsi ( 1994 -1996) prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia adalah 16,8 % dan 0.4 % ( Thailand ; 13,1 % dan 0.5 % ). Juga diketahui prevalensi ketulian sejak lahir sebesar 0.1 %. Data di Negara maju mendapatkan 1 – 3 penderita tuli dari 1000 kelahiran hidup.

PRINSIP DASAR PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK
Pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak harus dapat menentukan

  • Jenis gangguan pendengaran ( sensorineural, konduktif, campur)
  • Derajat gangguan pendengaran ( ringan sampai sangat berat)
  • Lokasi kelainan ( telinga luar, tengah, dalam, koklea, retrokoklea)
  • Ambang pendengaran dengan frekuensi spesifik

Pada bayi dibawah 6 bulan masih sulit melakukan pemeriksaan behavioral ( Behavioral audiometry, Visual Reinforcement audiometry, play audiometry). Sehingga dipilih pemeriksaan elektrofisiologik yang lebih obyektif sepertii BERA ( Brainstem Evoked Response Audiometry), Otoacoustic Emission (OAE) dan Impedance Audiometry ( Timpanometri, refleks akustik)
Pemeriksaan BERA dapat menentukan jenis, derajat, lokasi dan ambang pendengaran.Namun dengan BERA click saja kita tidak dapat menentukan ambang dengar yang frekuensinya spesifik. Oleh sebab itu harus dilakukan pemeriksaan tambahan berupa BERA yang menggunakan stimulus tone burst pada nada rendah.

Dengan mengetahui ambang dengar yang spesifik akan sangat membantu proses fitting ABD