======= SELAMAT DATANG KOMNAS PGPKT !!! =======
Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian

Selasa, 01 Februari 2011

Otitis Media Supuratif kronik (OMSK)



Otitis media supuratif kronik adalah peradangan mukosa telinga tengah disertai keluarnya cairan dari telinga melalui perforasi membran timpani (gendang telinga berlubang).  Masyarakat mengenal OMSK sebagai penyakit congek, kopok, toher atau curek. Cairan yang keluar dari telinga dapat terus menerus atau hilang timbul. Kejadian OMSK dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain suku bangsa, jenis kelamin, tingkat sosioekonomi, keadaan gizi, dan kekerapan mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA/ batuk pilek).

ISPA yang tidak tertanggulangi dengan baik dapat menyebabkan peradangan di telinga tengah (otitis media). Pada keadaan peradangan tidak teratasi sacara tuntas, daya tahan yang lemah, atau keganasan kuman yang tinggi (virulensi kuman), peradangan telinga tengah dapat berlanjut manjadi OMSK.

OMSK terdiri atas OMSK tipe aman dan tipe bahaya. Kedua tipe ini dapat bersifat aktif(keluar cairan) atau tidak aktif (kering). Penatalaksanaan OMSK dapat berupa pengobatan atau operasi. Tujuan operasi pada OMSK tipe bahaya terutama untuk mencegah komplikasi.

Gejala OMSK adalah keluar cairan dari telinga yang berulang, lebih dari 2 bulan, cairan kental, dan berbau. Komplikasi yang dapat disebabkan oleh OMSK adalah komplikasi ketulian, kelumpuhan saraf wajah, serta penyebaran infeksi ke otak (7,5%) hingga kematian yang disebabkan oleh OMSK tipe bahaya (33%). Gejala-gejala komplikasi infeksi otak yang disebabkan oleh OMSK antara lain sakit kepala hebat, demam, mual, muntah, dan penurunan kesadaran.

Ketulian akibat OMSK disebabkan oleh gendang telinga yang berlubang, cairan atau nanah yang terdapat di telinga tengah, serta tulang pendengaran yang rusak/ erosi. Selain itu ketulian akibat OMSK dapat terjadi karena zat yang diproduksi oleh kuman OMSK masuk ke telinga dalam. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan pusing berputar.

Untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) akibat OMSK diperlukan usaha-usaha penanggulangan OMSK baik secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam mengupayakan usaha tersebut diperlukan kerjasama yang terpadu dari baik masyarakat itu sendiri, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pemerintah dalam hal ini institusi kesehatan.
  
Masyarakat melalui para kader perlu dilibatkan secara aktif dan inovatif terutama pada tingkat promotif. Lini kesehatan terdepan misalnya Puskesmas, Balai Kesehatan, dll memiliki peran yang besar baik di tingkat promotif, kuratif serta deteksi dini timbulnya komplikasi akibat OMSK.

Di lain pihak jumlah spesialis THT di Indonesia berjumlah 700 orang. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah lebih kurang 214,1 juta jiwa, tentu jumlah tersebut masih sangat kurang. Menurut WHO dari 606 spesialis THT di Indonesia tercatat 30 orang (5%) yang dikategorikan sebagai Otologist. Angka tersebut jauh berbeda dengan angka di Bangladesh (13,5%), India (28,5%), dan Thailand (25,5%).

Selain itu jumlah rumah sakit yang memiliki fasilitas operasi telinga juga masih sangat terbatas. Oleh sebab itu diperlukan usaha agar masyarakat dapat melakukan usaha-usaha pencegahan OMSK yang berdampak pada ketulian bekerjasama dengan para kader kesehatan, institusi kesehatan, dan lembaga-lembaga terkait.

Agar usaha penanggulangan penyakit OMSK dan komplikasinya dapat mencapai sasaran yaitu menurunnya morbiditas dan mortalitas akibat penyakit OMSK, maka diperlukan pengetahuan, pengenalan, dan pencegahan penyakit OMSK oleh masyarakat bersama-sama kader dan tenaga kesehatan. Selain itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi tenaga kesehatan di lini terdepan untuk mendiagnosis OMSK dan komplikasi yang ditimbulkan.
  
ANALISIS SITUASI
EPIDEMIOLOGI :
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga yang memiliki prevalensi tinggi dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi di Amerika dan Inggris kurang dari 1%. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3,1% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK.

DEMOGRAFI :
Gambaran populasi berdasarkan kelompok umur, kelompok pekerjaan, status sosial, dan status pendidikan.
  • Agar dapat secara efektif mengatasi OMSK, ada beberapa pertanyaan yang harus terlebih dahulu dicari jawabannya, antara lain :
  • Seberapa besar jumlah penderita OMSK di suatu daerah ?
  • Bagaimana proporsi penduduk didaerah tersebut ?
  • Bagaimana dengan tingkat pengetahuan penduduk didaerah tersebut ?
  • Untuk menurunkan prevalensi OMSK, perlu diketahui sarana dan SDM yang tersedia.

INFRASTUKTUR :
Sumber Daya:
  • Jumlah Dokter Spesialis THT yang melakukan operasi telinga
  • Jumlah Dokter Spesialis THT
  • Jumlah Dokter Umum dan tenaga paramedis terlatih
  • Jumlah Tenaga Swadaya Masyarakat (kader terlatih)

Sarana dan Fasilitas
  • Rumah Sakit yang memiliki fasilitas operasi telinga/ bedah mikro telinga
  • Rumah Sakit yang memiliki fasilitas diagnostik untuk OMSK
  • Puskesmas yang memiliki alat diagnostik OMSK (lampu kepala, corong telinga, otoskop/ senter, garputala).

TARGET :
Menurunkan 50% angka ketulian akibat OMSK pada tahun 2015

INDIKATOR :
  • Jumlah Dokter Umum yang dilatih
  • Jumlah paramedis yang dilatih
  • Jumlah kader/ guru yang dilatih
  • Frekuensi kegiatan promosi yang dilakukan dalam periode tertentu
  • Jumlah anak TK/ SD yang diperiksa setiap tahun
  • Frekuensi pemeriksaan anak TK/ SD
  • Jumlah anak TK/ SD yang dideteksi menderita OMSK
  • Jumlah kasus OMSK yang dirujuk

ALTERNATIF PENANGGULANGAN
Program akan berhasil apabila tersosialisasi dengan baik, sehingga setiap orang yang terkait dengan upaya penanggulangan OMSK (masyarakat, pemerintah setempat, tenaga medis) dapat menjalankan perannya masing-masing setelah mengetahui masalah yang dihadapi serta tujuan yang hendak dicapai.
  • Melakukan penyuluhan kepada kader, tokoh masyarakat serta masyarakat itu sendiri tentang OMSK mengenai pengertian, gejala, penyebab, dampak dan penatalaksanaan.
  • Advokasi pada pemerintah setempat (PEMDA) untuk memfasilitasi serta menyediakan anggaran untuk memperbaiki maupun melengkapi infrastruktur.
  • Melakukan pendekatan kepada pengusaha serta organisasi swadaya masyarakat untuk saling bekerja sama dalam menanggulangi masalah yang dihadapi penderita kurang mampu.
  • Melakukan analisis situasi, menetapkan tujuan serta evaluasi berkala.
  • Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader untuk melakukan deteksi dini, pengobatan dan rujukan
  • Pelatihan dokter spesialis THT untuk melakukan bedah mikro telinga
  • Meningkatkan upaya deteksi dan intervensi dini.