Dalam hidup di abad moderen seperti sekarang ini, dengan perkembangan teknologi disemua bidang, membuat hidup manusia lebih mudah dan berhasil guna. Namun semua itu bukan tanpa resiko dan tanpa efek samping negatif. Apapun itu, kita mau tidak mau harus mencermati, memahami, menyadari dan mencari jalan keluar terbaik bagi efek samping negatif yang merupakan konsekuensi dari teknologi itu sendiri.
Tanggal 27 April 2011 oleh badan kesehatan dunia di peringati sebagai The 16thInternational Noise Awareness day (Hari sadar bising sedunia). Menjadi pertanyaan bagi kita, mengapa masalah bising ini menjadi perhatian dari badan kesehatan dunia serta para praktisi kesehatan masyarakat ? Apakah yang harus diantisipasi dan ditakuti akan bising tersebut.? Cermati pula baik-baik bahwa hari tersebut disisipkan kata Awereness atau kesadaran, bukan cuma hari bising sedunia saj. Saat ini, bising sangat erat melekat dalam kehidupan kita sehari-hari. Suka atau tidak suka, hal ini terus berlangsung hampir setiap waktu dalam kehidupan kita baik secara individu maupun dalam komunitas masyarakat. Pertanyaan besarnya adalah seberapa sadarkah kita akan efek negatif suara bising yang terus menerus mendera telinga kita ?
Bising menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi IV 2008 adalah suara atau bunyi ramai, hiruk-pikuk yang memekakkan telinga, atau secara kesehatan masyarakat adalah suara yang tidak diharapkan dan yang tidak menyenangkan yang menggangu masuknya suara yang diinginkan ke dalam telinga. Bahkan oleh WHO, bising dikategorikan sebagai salah satu jenis polutan. Bising sudah menjadi isu global yang menjadi pemikiran di setiap negara di dunia terutama di negara maju.
Ada apa dengan bising ini ? Dampak bising ternyata sangat luas dan multiefek. Bising menyebabkan gangguan secara fisiologis, psikologis dan auditoris. Secara fisiologis, bising menyebabkan ketegangan otot, penyempitan pembuluh darah, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan basal metabolisme yang kelamaan akan bermuara pada masalah di pembuluh darah dan jantung. Akibat bising pada aspek psikologis adalah kesulitan berkonsentrasi, gangguan tidur, memicu emosi yang labil, cepat lelah dan bermuara pada stres kejiwaan. Dampak yang paling berbahaya adalah adanya gangguan pendengaran sampai ketulian. Gangguan pendengaran bersifat perlahan sampai progresif pada bagian syaraf pendengaran menyebabkan ketulian yang bersifat menetap. Hal itu terjadi karena pajanan bising atau suara keras yang berintensitas tinggi dalam tenggang waktu yang lama dan berulang.
Bising ini bisa berasal dari alat-alat dan kondisi dilingkup sekitar kita baik yang bersifat umum maupun individual. Contoh kongkrit sumber bising adalah suara dari kendaraan (yang jumlah & jenisnya kian bertambah) yang lalu lalang di jalan raya, alat-alat transportasi seperti kereta api, kapal laut, pesawat pabrik, industri, pembangunan gedung dan lain lain tersebut adalah contoh sumber bising secara umum. Sedangkan sumber bising secara individual yang cukup merentankan diri kita akan bahaya yaitu ketulian, kadang kurang diantisipasi. Sehari hari kita sangat menikmati musik, musik memang menyenangkan untuk didengar dan mempengaruhi suasana hati kita. Namun suara musik yang dihasilkan oleh car audio kita, televisi dan home theater, musik melalui earphone/headphone atau di rumah-rumah bernyanyi, dibioskop, di konser musik, di studio musik, bahkan tempat permainan anak dipusat pusat perbelanjaan dan lain lain itu apakah mempunyai intensitas suara yang aman bagi organ pendengaran kita ? Lalu setelah intensitas, berapa lamakah kita dipapari bunyi tersebut?. Bising juga dapat datang dalam kehidupan kita bertetangga satu sama lain. Biasanya tanpa disadari, dari rumah kita, seperti oleh bunyi mesin pompa air, suara musik dari stereo set, perangkat bermain anak, maupun suara dari aktifitas keramaian kebersamaan dirumah kita bisa menimbulkan bising yang membuat tidak nyaman tetangga sebelah rumah kita. Masyarakat perkotaan yang sibuk dan masih beraktifitas bahkan dikala jam biologis menunjukkan waktu istirahat malam hari, membuat daerah dan situasi hening makin langka ditemui.
Berbeda dengan panca indera kita yang lain yang akan rehat seturut kita beristirahat atau tidur, maka telinga tidak demikian sepanjang kita tidak mencari keheningan untuk mengistirahatkannya. Organ pendengaran manusia akan selalu bekerja tanpa jeda dan rehat jika ada stimulus bunyi. Bunyi yang berupa bising maupun tidak, jika diterima organ pendengaran dalam waktu yang lama, kontinyu dan dengan intensitas yang tinggi, perlahan namun pasti akan menyebabkan proses kerusakan pada sel-sel rambut di telinga dalam. Karena proses patologis ini terjadi di sistem persyarafan maka ketulian yang menjelang adalah ketulian syaraf yang bersifat permanen. Kondisi ini sangat tidak mudah untuk diperbaiki kembali.
Pusat perhatian kita yang utama dari masalah kebisingan tersebut adalah dampaknya dan salah satu yang sangat kita tidak inginkan adalah ketulian. Indera pendengaran yang baik memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan sesama manusia dan alam dengan baik dan proporsional. Proses belajar anak sangat membutuhkan indera pendengaran yang baik demikian pula sebagai sumber daya manusia yang unggul di masyarakat bangsa kita, maka pendengaran yang baik mutlak ada. Selain itu, dampak psikis yang seperti dipaparkan diatas, dapat membuat kesabaran dan suasana hati yang damai antar sesama individu di masyarakat kita pun dapat makin jarang termanifestasikan dalam kontak individu satu sama lain.?
Individu dijaman sekarang ini, sudah terpapar bising bahkan sejak balita, baik dirumah dengan permainan yang mengeluarkan suara, disekolah, dijalan maupun jika dibawa ketempat bermain anak di pusat perbelanjaan yang diiringi dengan suara musik yang keras. Komnas Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian dalam surveynya di kota-kota besar di Indonesia, menemukan bahwa intensitas suara ditempat tersebut, rata rata mencapai 90-97 dB. Itu artinya diatas ambang batas kebisingan yang aman bagi telinga kita yang idealnya 70 dB. Bandingkan pada intensitas 85 dB yang maksimal hanya boleh selama 8 jam dalam sehari. Dengan nilai sebesar itu, maka terutama anak, hanya boleh bermain ditempat seperti itu selama kurang sejam. Jika ini tidak disadari dan karena ketidaktahuan maka keasyikan bermain ditempat itu membuat waktu keterpaparan akan melewati batas aman sehingga berpotensi buruk. Contoh lain yaitu pada pemakaian alat pemutar musik individu yang langsung ditempelkan ketelinga, yang menjadi kegemaran remaja masa kini bahkan orang tuanya. Jika volume alat musik ini disajikan lebih dari 60 persen kemampuan sajian volume bunyinya, untuk waktu lebih 2 jam, akan menyebabkan paparan sangat berpotensi mengganggu syaraf telinga. Belum lagi jika individu usia kerja, bekerja di industri atau pabrik dengan suara bising kontinyu selama waktu kerjanya. Suara hiruk pikuk dijalan raya dengan truk yang lalu lalang, bisa mencapai 90 dB. Bunyi mesin gergaji berantai berintensitas bunyi 100 dB. Menikmati konser musik, intensitasnya bisa mencapai 120 dB dan masih banyaklagi contoh paparan bisingn yang bisa kita cermati dikehidupan sehari hari kita.
Pertanyaan besar bagi kita baik sebagai individu maupun masyarakat dan semua stakeholder yang terkait, dalam hal ini pemerintah adalah sejauh mana upaya meningkat kesadaran kita akan bahaya bising sekaligus regulasi yang melindungi rakyat dari dampak negatifnya ?. Tentu sebagai bangsa yang besar, kita tidak ingin generasi kita pada 20-30 tahun akan datang mengalami penurunan pendengaran lebih cepat dari waktu usia biologis kita secara umum karena proses degeneratif. Tentu keadaan itu sangat tidak kita harapkan karena berdampak sangat luas bagi masyarakat kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Undang Undang negara kita No 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia. Bahwa Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara. Masih dari undang undang ini di pasal 6 tertulis : setiap orang berhak mendapat lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Jelas bahwa kita sebagai warga negara oleh pemerintah diberi hak untuk bebas dari lingkungan yang berpolutan bising. Dan sebagai individu dalam masyarakat, kita pun diminta untuk berperilaku sehat ( pada pasal 11), artinya kita haruslah menghindari bising demi kesehatan kita pribadi. Lalu sangat jelas diinstruksikan dalam undang undang kesehatan tersebut agar kita menghormati hak orang lain dalam memperoleh lingkungan yang sehat baik fisik, biologi maupun sosial (pasal 10). Tentu kita harus bertenggang rasa, dalam arti kongkrit, jika dari pihak kita, rumah kita, industri kita, kendaraan kita atau sikap dan perilaku kita tersebut menghasilkan bising yang berdampak negatif bagi orang lain maka itu harus kita reduksi bahkan eliminasi
Sebagaimana tercantum pada pasal 95 UU kesehatan yang sama, bahwa penanggulangan gangguan pendengaran meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Kalau kita cermati peraturan di negara kita yang terkait bising yang ada, maka kita akan menjumpainya sebagai berikut :
- Dewan Standardisasi Nasional (SNI) Batasan Kebisingan Ruang Berdasarkan Fungsinya
-KLH : KepMen LH No. 48/1996, Batas Kebisingan Kawasan Pemukiman
-Depnaker : KepMen 51/MEN/1999 tentang Batas Kebisingan Area Kerja
-Depkes : Menkes no.718/Menkes/Per/II/1987 tentang Pembagian Zoning/kawasan laboratorium, Rumah Sakit dan Pertokoan (zona C), Industri, Terminal, Stasiun KA (zone D)
-Dep. Perhubungan : Bandara : UU No. 29/2009 LLAJ : Ambang Batas Emisi & Kebisingan
-Dep. Pekerjaan Umum : Pusat Penelitian Pemukiman, Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan, Penataan Ruang
Melihat regulasi yang ada, rasanya sudah cukup memadai. Namun seperti yang pernah menjadi pernyataan WHO di Jenewa 28-30 oktober 1997 tentang Prevention of Noise Induced Hearing Loss bahwa pada negara-negara berkembang mempunyai kekurangan dalam hal regulasi dan program yang berkaitan dengan pencengahan ketulian akibat bising, kalaupun ada maka aspek implementasi dan pelaksanaan aturan tersebut dengan ketat, yang kurang. Tentu seperti diamanatkan dalam undang undang, maka pemerintah haruslah membuktikan bahwa di Indonesia, pernyataan WHO tersebut bisa tak berlaku. Pemerintah haruslah benar benar mengejawantahkan aturan yang sudah ada tersebut beserta konsekuensinya tanpa pandang bulu, karena yang menjadi taruhan adalah masa depan bangsa. Program nasional untuk mencegah gangguan ketulian karena bising harus dicanangkan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, terpadu, berkesinambungan dan merata dimuka bumi pertiwi ini. Pelayanan kesehatan primer harus memasukan masalah bising dalam aspek pelayanannya. Pendidikan disekolah baik secara formal maupun nonformal perlu memasukkan pengajaran tentang bahaya bising bagi anak didiknya. Regulasi yang nyata yang berpihak pada kesehatan individu harus benar-benar diterapkan seperti perlindungan masyarakat akan bising di sarana publik. Dipikirkan aturan pemerintah agar tiap gedung dan sarana publik dalam pembangunannya harus sejak awal berorientasi perlindungan dari dampak bising. Pakar pakar akustik dan kesehatan masyarakat perlu dimintai pendapatnya. Demikian pula segala kendaraan, alat transportasi harus ditera tingkat kebisingan yang ditimbulkannya. Intinya adalah semua berorietasi kepada kepentingan masyarakat.
Peran serta dan prakarsa masyarakat dalam hal bising walau tidak banyak namun sudah dirintis oleh mereka mereka yang sadar akan bahaya bising, sebut saja komunitas Masyarakat Bebas Bising (MBB). Mereka adalah individu dari latarbelakang ilmu yang berbeda namun bergiat menumbuhkan kesadaran akan bising ditengah masyarakat kita yang terancam dampaknya. Kerjasama dengan pihak swasta untuk membuat iklan layanan masyarakat tentang bahaya bising perlu diupayakan. Komisi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian pun berupaya mengkampanyekan bahaya bising, dengan segmen sasarannya adalah remaja, karena inilah calon masa depan bangsa kita. Mereka mengkampanyekan pada hari ini berupa kegiatan Remaja peduli untuk tidak tuli. Riset dan penelitian tentang bising juga perlu didorong. Tindakan promotif preventif masih lebih diutamakan untuk hal ini.
Marilah kita semua, elemen bangsa tercinta ini agar menumbuh-kembangkan kesadaran dan pemahaman akan bahaya bising. Kita mulai sejak dini dari pribadi kita sendiri yang kita tularkan ke keluarga kita lalu lingkungan sekitar kita. Karena bahaya yang mengancam bukan pada diri kita tapi masyarakat banyak termasuk kualitas hidup bangsa kita dimasa datang. Tidak ada kata terlambat, dan upaya itu walau mungkin kecil cakupannya namun jika dilakukan oleh tiap-tiap kita anggota masyarakat, perlahan tapi pasti akan berfaedah dan berdaya guna. Mari kita cermati hal ini lalu kita pelihara dengan baik kesehatan pendengaran kita.
oleh Yan Edwin Bunde

Sound Sense poster from The Hearing Foundation of Canada, targeting young people with the slogan “Save your hearing for the music”.

Sound Sense poster from The Hearing Foundation of Canada, targeting young people with the slogan “Save your hearing for the music”.

Sound Sense poster from The Hearing Foundation of Canada, targeting young people with the slogan “Save your hearing for the music”.

Sound Sense poster from The Hearing Foundation of Canada, targeting young people with the slogan “Save your hearing for the music”.