======= SELAMAT DATANG KOMNAS PGPKT !!! =======
Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian

Sabtu, 09 November 2013

GARA GARA MOTOR RACING

Siang itu, matahari seakan mengamuk, menampakkan sinarnya yang begitu menyilaukan, memberi sensasi panas yang begitu ekstrim. Lapangan basket juga sepi dengan hentakan sepatu siswa yang bermain. Tetapi entah mengapa, suasana sekolah SMA Kristen Barana sedikit rusuh. Suara riuh dari aula memekakkan telinga siswa-siswi yang tengah belajar mandiri di kelas. Teriakan siswa perempuan dipadukan dengan suara bass siswa laki-laki, sungguh mengusik dan seakan-akan ingin memancing keingintahuan siswa. Semua siswa yang masih berada di kelas akhirnya memutuskan untuk meninggalkan kelas, melawan raja siang yang mengamuk dan berlari ke aula.

Sontak, suasana di aula yang biasanya sepi, hening, dan sejuk berganti menjadi sumpek, bising, dan panas. Ternyata semua mata tertuju pada dua orang yang berada di tengah aula, dua orang yang sedang kebingungan dan salah tingkah. Dialah Santo dan Ranti, dua sejoli yang sedang kasmaran karena sepertinya telah menemukan pelabuhan hatinya. Siang ini memang rencananya, Santo akan menyampaikan isi hatinya sekaligus ingin menembak Ranti. Saking deg-degannya, Santo pun lupa akan kata-kata cinta yang telah ia siapkan untuk Ranti. Semakin lama, suara teriakan di aula semakin bergemuruh, suara dari berbagai arah seakan-akan ingin meruntuhkan gedung besar itu. Akhirnya dengan keberani yang masih tersisa, Santo membulatkan tekadnya untuk berbicara setulus-tulusnya..... apapun yang ada dalam pikirannya.

“Ranti ……” ucap Santo pelan
Suasana di aula pun berubah hening, beratus mulut pun terdiam beratus pasang mata mengalihkan pandangan pada Santo.

“Maukah kamu menerima cintaku?” dengan agak terbata-bata namun tanpa basa- basi, Santo langsung menyampaikan keinginannya.

“Cieeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee….” Teriak siswa-siswi serempak. Tiba-tiba suara menghening sejenak berubah dramatis, wajah Santo berubah takut, dan harap-harap cemas. 10 menit berlalu. Akhirnya tanpa pikir panjang, dengan gaya feminim dan agak canggung Ranti menjawab “Iyaaaaaaaaaaaaa, aku mau”. Rupanya Ranti juga sudah sejak lama menyukai Santo. Semua siswa pun teriak menggoda pada pasangan baru itu. Raut wajah malu, canggung, dan salah tingkah pun mereka tunjukan seketika itu. Selama menjalani hubungan mereka terlihat sangat dekat, tiap hari selalu bersama-sama, yah terlihat bak baju dan celana yang tak pernah terpisah.

Musim hujan berganti kemarau, hari demi hari berlalu, detik demi detik berganti. Mereka semakin saling mengenal dekat, bahkan sejak 2 bulan terakhir ini Ranti mulai sering datang berkunjung ke rumah Santo. Tapi satu hal yang mengganjal pikiran Ranti, satu hal yang sulit untuk ia terjemahkan dengan kata-kata, satu hal yang canggung untuk diungkapkan. Hal ini senantiasa bergelayut dalam benak Ranti, saat kenyataan yang tak pernah ia harapkan datang menghampiri dia. Begitu sulit bagi Ranti merubah paradigmanya tentang kebiasaan Santo yang sangat ia benci, karena suka mengoleksi dan membunyikan motor racing. Awalnya, Ranti menganggap mengoleksi dan membunyikan motor racing adalah kebiasaan yang biasa untuk laki-laki sejati seperti Santo. Namun seiring waktu berjalan, ternyata kebiasaan ini sudah melabur menjadi gaya hidup Santo, dan hal ini membuat Ranti begitu jengkel pada Santo. Hampir setiap Ranti mengunjungi rumah Santo, selama itu juga ia menahan amarahnya ketika mendengar motor racing Santo yang sedang beraksi. Kemesraan hubungan dua sejoli ini hanya terjadi di awal saja, akhir-akhir ini hubungan mereka sudah mulai renggang. Lama-kelamaan Ranti mulai sadar bahwa Santo sudah mengalihkan perhatiannya kepada motor racingnya. Bahkan Santo sudah mulai jarang berkomunikasi dengan Ranti baik di sekolah maupun di luar sekolah, berhubungan lewat handphone pun sudah tidak ada waktu. Hidup Santo sudah mulai dipenuhi oleh motor racing, motor racing dan motor racing. Sebenarnya sumber bunyi bising dari motor racing yang sangat menusuk itu, sering dikeluhkan oleh tetangga, tetapi entah mengapa, diteriaki pun Santo tetap saja membunyikan motor racingnya, seolah-olah masa bodoh dengan keluhan tetangganya. Ditambah lagi, ketika ngedate, Santo selalu membawa Ranti dengan motor racing kesayangannya, sehingga Ranti tidak merasakan kebahagiaan yang harusnya dirasakan.

Hari itu, hari Sabtu, ketika jarum jam mulai menunjuk pukul 4 sore, raja siang mulai menyembunyikan dirinya, langit mulai menguning. Keindahan langit dan suasana yang damai serta pemandangan yang dramatis memanjakan mata. Tak seperti biasanya, Ranti datang mengunjungi Santo lebih lambat dari biasanya. Ranti pun datang menemui Santo di rumahnya dengan harapan Santo tidak lagi bergumul mengurusi motor racingnya. Ranti ingin bermalam minggu bersama Santo dengan mengajaknya makan di salah satu restaurant Chinesse food dekat rumah Santo. Dengan gembira Ranti berjalan menuju rumah Santo, langkahnya sangatlah berirama, berjalan lama pun Ranti tak lelah, raut wajahnya pun ceria, alunan lagu cinta mengiringi tiap langkahnya hingga tiba di rumah Santo. Namun seketika itu harapannya yang indah sirna, terasa pupus, hanya tinggal kekecewaan. Ranti menghela nafas panjang, lagi-lagi Santo masih mengurusi motor racingnya. Yach.... Ranti masih saja berusaha sabar dan menahan diri untuk tidak mengeluh pada Santo. Sambil melambatkan langkahnya, Ranti menepuk pundak Santo dan berteriak tepat di telinga Santo yang saat itu sedang bereksperimen bersama motor racingnya. Seketika Santo membalikan pandangan dan menatapnya tak senang;
“Kamu ini, gak sopan ya Ranti. Kamu kira aku budek, kok kamu teriak-teriak di telinga aku”teriak Santo marah.

“Loh aku gak maksud gitu, cuma bercanda aja tadi” jawab Ranti pelan.

“ Hah apa kata kamu ??? berani-raninya kamu katain aku budek ya ..” balas Santo kasar

“Lahhh, aku gak pernah bilang gitu San. Kamu yang salah dengar” lagi-lagi Ranti mencoba meredam amarah Santo.

“Tuh kan, tega-teganya kamu katain aku gitu” jawab Santo sambil melengos.

Santo yang saat itu kecewa, masuk ke dalam rumah dan meninggalkan motor racingnya. Sementara itu Ranti masih saja kebingungan dengan apa yang terjadi. Ranti merasa sangat terpukul melihat sikap Santo padanya, suara teriakan Santo masih terus terngiang di telinganya sembari mengiringi sela sedu tangisnya. Tetapi lagi-lagi Ranti mencoba bertahan dengan bersabar menghadapi Santo. Dalam kecewanya, Ranti akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah.

Hari berganti hari, jam yang tak pernah berhenti, tiap detik terus berlalu. Siang itu setelah pulang dari sekolah, Ranti pun langsung meluncur ke rumah Santo. Ranti berusaha tetap bersikap dewasa dengan melupakan kejadian hari lalu. Ketika hampir tiba di rumah Santo, Ranti sengaja memperlambat langkahnya, dan ternyata lagi-lagi Santo masih mengurusi motor racingnya. Tepat ketika Ranti tiba, Santo malah membunyikan motor racingnya. Seketika telinga Ranti serasa mendengung dan nyeri saat mendengar bising motor racing Santo itu. Anehnya......., Santo biasa saja dengan bunyi motor racingnya, Ranti pun berpikir mungkin karena Santo telah terbiasa. Kesakitan yang dirasakan itu sama sekali tidak dihiraukan Ranti. Ia juga yakin sebenarnya Santo merasakan dengungan yang sama, tetapi mungkin Santo tak menghiraukannya. Ranti tetap melangkahkan kakinya lebih dekat dan semakin dekat menuju pintu.

“ Santoooooo………..” teriak Ranti keras.

Tetapi Santo masih saja membunyikan motor racingnya, tanpa ada reaksi dengan teriakan Ranti. Ranti pun lekas masuk ke halaman rumah Santo, dan lagi-lagi menepuk pundak Santo dengan lebih lembut, dengan harapan Santo tidak lagi marah kepadanya. Namun ternyata Santo masih menyimpan amarahnya, dan dengan spontan meninggalkan motor racingnya. Dalam langkahnya menuju ke pintu rumah, hati Santo serasa tak tega... kekuatan cintanya masih begitu besar, sehingga ia menghentikan langkahnya dan terdiam sejenak. Sedemikian Santo, Ranti pun dengan kekuatan cintanya berlari menuju ke arah Santo, dan menggapai tangan Santo.

“Ada apa sebenarnya San, kenapa kamu marah sama aku?” Tanya Ranti polos

“Apa sih kamu, sudah kubilang aku gak mau bicara sama kamu …” balas Santo cetus

“Aku cuma butuh penjelasan, kenapa ?” Ranti sedikit menaikan volume suaranya

“Aku bilang, jangan sebut aku budek lagi. Kamu tega ya ..!!” ucap Santo kasar

“Gak pernah kok, yah.... tapi kalau aku ada salah aku minta maaf ya ..” sambil menundukkan kepalanya dan tangannya tetap memengang erat tangan Santo.

“Iya deh, gak papa kok” balas Santo pelan.

Santo akhirnya bisa memahami ucapan Ranti, walaupun mungkin hanya menebak-nebak. Lekas, Ranti menarik tangan Santo dan mengajaknya ke taman di blog rumah Santo.

“Apa kamu ada masalah sama aku, San ?” Tanya Ranti penasaran.

“Ha ?? Apa ?” Santo mencondongkan telinganya, seakan ingin meminta Ranti untuk mengulang perkataannya.

“Gini, Apa kamu ada masalah sama aku ?” ulang Ranti lembut.

“Gak jelas, coba ulang lagi!” Santo mencondongkan telinganya lebih dekat ke arah Ranti

Rupanya pendengaran Santo sudah mulai terganggu, ia mulai sulit mendengar suara yang pelan. “ Apaaa Kamuuu adaaa masalah sama akuuu ?” teriak Ranti di telinga Santo

Santo pun sontak merasa tersinggung dan balik memarahi Ranti.
“Ranti, kamu gak usah teriak-teriak yah di teringa aku, kamu pikir aku budek ?” ucap Santo marah.

“Gak kok, San. Maaf kalau aku salah” balas Ranti lemah dengan wajah merah dan mata berkaca-kaca.

Akhir-akhir ini memang, pembicaraan mereka kurang jelas, sebagai alternatifnya mereka pun lebih banyak berhubungan melalui pesan singkat dari HP masing-masing.

“Kamu memang gak pernah bisa mengerti, memahami, dan menghargai aku Ranti. Kesalahan besar yang kulakukan adalah karena pernah menyukai kamu tau....” cetus Santo di suatu sore

Ranti terdiam kaget, bungkam dan sontak semua yang dulunya indah berubah menjadi suram, pedih dan perih.

“Jadi maksudnya kamu, kamu menyesal pernah menyukai aku?” tanya Ranti takut.

“Sudahlah, kamu dan aku memang sudah tidak ada kecocokan lagi, kamu selalu mengkritik aku dengan alasan – alasan yang tidak jelas. Katakan saja, kalau kamu memang sudah mau mengakhiri hubungan ini kan ?” ucap Santo marah.

“Apa ?? Ya....... kalau gitu mending kita putus aja” ucap Ranti tidak rela namun tegas dalam isaknya. Kemudian seketika, Plakkk.. ! tamparan mendarat di pipi Santo, sontak suara tamparan itu pun terngiang di telinga Santo, bahkan Santo merasakan dengungan yang lebih hebat di telinganya. Sementara itu dengan bongkahan sakit hatinya Ranti segera pergi meninggalkannya.

Sejak saat itu hubungan dua sejoli ini berakhir setelah 6 bulan berpacaran. Walau sebenarnya mereka masih saling mengasihi, namun hanya karena komunikasi yang kurang jelas membuat kesalahpahaman yang berakibat fatal.

Seiring waktu berjalan, seiring bumi berputar. Ranti mulai mencoba untuk melupakan Santo. Ranti pun pergi ke villa keluarganya untuk menenangkan dirinya, disana tak ada suara deru bising motor racing, tak ada suara teriakan Santo, tak ada lagi ucapan kasar Santo. Namun usahanya sia-sia, bukannya ia melupakan Santo, ia malah lebih sakit hati lagi setiap kali Santo muncul dibenaknya.

Sama halnya dengan Ranti, Santo juga masih menyimpan perasaan yang begitu dalam kepada Ranti. Setelah sebulan kejadian menyedihkan itu berlalu, Santo mulai kesulitan dalam berkomunikasi, telinganya berdengung dan semakin lebih keras ketika mendengar suara bising, bahkan ia semakin sulit belajar hingga prestasinya mulai menurun.
Hari – hari berlalu, Santo mulai sadar bahwa sebenarnya dialah yang terlalu egois dan gengsi mengakui kesalahannya. Santo mulai lebih banyak diam, dan tenggelam dalam pikirannya. Tak lama setelah itu, dengan tekad bulat, dengan hati tulus yang masih dimilikinya, didalam keraguannya Santo menulis surat untuk Ranti.

“Dear Ranti,
Maaf mungkin semua ini baru aku sadari, maaf bila memang selama ini aku yang salah,
Tapi yang perlu kamu tahu, sebenarnya sejak komunikasi kita terputus, aku memang sudah mengalami gangguan pendengaran karena terlalu sering mendengar bunyi bising motor racingku.
Kamu tahu mengapa aku jarang berbicara dengan orang lain ?
Itu karena telingaku selalu mendengung ketika mendengar suara bising. Aku menderita..
Tapi, jika kamu bertanya jadi kenapa aku masih saja suka membunyikan motor racingku kalau itu membuatku menderita ?
Itu karena aku hanya mau menyembunyikan penyakitku dari orang lain, agar orang lain tidak banyak yang mau berbicara kepadaku, agar aku tidak dikucilkan.
Tapi sungguh aku menyesal,
Justru semakin aku menyembunyikan penyakitku ini, maka semakin suram hidupku.
Sebenarnya sejak hari terakhir kita bertemu, telingaku mengalami degungan yang begitu hebat, bukan karena tamparanmu yang mengagetkanku namun memang pendengaranku yang semakin berat seakan aku memang mengalami ketulian permanen. Dunia serasa berlalu tanpa bekas-bekas kenangan, kehidupan seolah-olah membisu, hidupku kini tak terisi oleh keceriaan, canda, tawa, ataupun suaramu lagi.
Sungguh, itu pukulan berat bagiku, aku menderita kehilangan pendengaranku untuk selamanya, aku juga menderita kehilangan dirimu.
Kumohon kau memaafkanku........“ tulis Santo perih dengan ekspresi kecewa yang diungkapan melalui surat yang dilipat rapi.

Santo menitipkan surat yang ditulisnya pada teman Ranti, ternyata itu adalah surat terakhir yang ditulis Santo buat Ranti. Entah mengapa, setelah itu Santo dan keluarganya pun memutuskan untuk meninggalkan kota Rantepao, melepaskan Toraja yang memberikan kenangan indah dalam hidupnya.

Bumi terus berotasi, mentari telah menyembunyikan dirinya, hujan gerimis menghiasi wajah galau Ranti ketika menerima surat dari Santo. Ada rasa bahagia dan rindu menerima amplop yang terbungkus rapi namun kemudian Ranti begitu terpukul saat membaca surat itu, hatinya sakit, jiwanya gelisah, bahkan jantungnya remuk. Sayangnya, hubungan yang lama terputus itu, sulit untuk disatukan lagi. Apalagi Santo telah meninggalkan semuanya.

Walau terlambat Ranti masih mencari dan terus mencari dengan harapan dapat meneruskan hubungannya lagi. Sayangnya, Ranti menemukan Santo dengan keadaan yang sulit dipercaya. Santo terbaring di ICU rumah sakit dengan penyakit jantung dan depressi karena sangat terpukul menerima kenyataan bahwa ia tuli permanen semakin memperberat keadaannya, demikian ibu Santo berkata padanya. Dalam ketidaksadaran Santo, Ranti dengan setia menemaninya di rumah sakit, sambil berharap ada mujizat Tuhan yang akan dicurahkan pada Santo. Namun sayangnya, takdir berkata lain, keadaan Santo semakin kritis dan akhirnya harus menutup mata untuk selama-lamanya diusianya yang hampir 17 tahun. Hati Ranti sangatlah sakit, ia terjatuh dalam asa dan mimpi yang tak bisa diraihnya lagi.

Satu bulan berlalu, Ranti masih saja mengenang Santo, masih sulit baginya melupakan Santo. Disaat hari ulang tahun Santo ke 17, Ranti dibawa ke alam mimpinya, disana Ranti bertemu dengan Santo. Tiba-tiba saja dari kejauhan terdengar suara yang mengagetkan Ranti, suara yang sangat Ranti rindukan....... suara Santo.
Dari alam surganya, Santo berpesan kepada Ranti untuk menjaga kesehatannya dan mau bersuara bagi kesehatan semua manusia yang ditemuinya, sehingga apa yang ia alami tidak lagi dialami oleh orang lain. Belum puas Ranti memandangi wajah Santo, tiba-tiba ia terbangun.

Setelah kejadian itu pun, Ranti segera tersadar, dan berusaha bangkit dari keterpurukannya. Sejak saat itu ia bertekad mengabdikan dirinya untuk mencegah gangguan pendengaran pada semua orang yang ditemuinya dan juga memasuki sebuah komunitas Pencegahan Gangguan Pendengaran dan Ketulian, bahkan saat ini Ranti menjadi kader anti bising yang aktif menjalankan tugasnya. Mimpinya tak ada lagi suara motor racing, tak ada lagi suara bising. Akhirnya tak ada lagi yang bernasib sama dengan Santo, Dengan demikian Ranti dapat membahagiakan Santo yang ada di surga sekaligus menjadi terang bagi orang lain.

Karya : Azaria Evan Trie Tana
Komunitas Anti Bising SMA Kr. Barana
KOMDA PGPKT TORAJA UTARA